Kamis, 20 April 2017

riwayat hidup syah waliyullah

Riwayat Hidup Syah Waliyullah

Syah Waliyullah merupakan salah satu pembaharu Islam yang hidup pada masa kemunduran imperium Mughal. Pada periode kemunduruan imperium Mughal, Syah Waliyullah memberikan perhatian untuk menyelematkan kelangsungan muslim di anak benua ini. Fokus dari pembaharuan Syah Waliyullah adalah menolak penyelewengan moral masyarakat India, dan menolak sinkretisme yang berlebihan dalam paham sufi umum, dan menyerukan pemurnian Islam.
Berbeda dengan Muhammad Abdul Wahab dengan Gerakan Wahabinya di Jazirah Arab, sikap pembaharuan yang dilakukan Syah Waliyullah tidak seradikal Abdul Wahab. Ia tidak menolak keadaan pada masanya secara total, tetapi ia mencoba memperbaiki ajaran dan keyakinan yang ada itu di bawah ajaran pada masa permulaan Islam.Dia tidak mempunyai keinginan untuk melawan sufi, tetapi ingin memberikan bentuk baru dan memurnikannya. Pemikiran-pemikiran Syah Waliyullah akan dipaparkan lebih lanjut pada pembahasan di bawah ini.

Gambaran Umum India Masa Syah Waliyullah

     Pada awal abad ke-18 imperium Mughal mulai memasuki zaman kemunduran, fase kemunduran ini dimulai pasca meninggalnya Aurangzeb pada tahun 1707 M. Di lingkungan istana Mughal mulai muncul intrik untuk memperebutkan kekuasaan, dan puncaknya terjadi pasca meninggalnya Bahadur Syah, putra Aurangzeb. Pasca meninggalnya Bahadur Syah terjadi konflik luar biasa di lingkungan istana untuk menduduki tahta. Konflik yang melibatkan anak-anak Bahadur Syah, berdampak besar bagi melemahnya internal kerajaan.
     Kekacauan di lingkungan istana dimanfaatkan oleh golongan Hindu untuk mencoba melepaskan diri dari kekuasaan Mughal dengan melakukan pemberontakan di daerah-daerah kekuasaan Mughal, di antaranya daerah Gujarat tahun 1732 dan 1737. Sementara itu Ingggris mulai meningkatkan usaha-usaha untuk memperoleh daerah kekuasaan di India terutama di Bengal. Pasca perempuran Plassey pada tahun 1757, dan Baskar (1764) daerah kekuasaan Mughal pun semakin mengecil.
           Pukulan telak terhadap Delhi datang dari Persia, di mana Nadir Syah berhasil mengalahkan dan menduduki Delhi. Akibat dari serangan itu terjadi pembantaian besar-besaran dan kerajaan Mughal diwajibkan membayar upeti. Suasana tersebut menyadarkan pemimpin Islam di India akan kelemahan umat Islam. Salah satu dari pemuka Islam itu adalah Syah Waliyullah.

A.    Biografi   
Nama lengkapnya adalah Qutb al-Din Ahmad bin Abd al-Rahim bin Wajih al-Din al-Syahid bin Mu’azam bin Mansur bin Ahmad bin Mahmud bin Qiwam al-Din al-Dihlawi. Ia dilahirkan pada hari Rabu, tanggal 21 Februari 1703 M atau 4 Syawal 1114 H di Phulat, sebuah kota kecil di dekat Delhi dan wafat pada tahun 1762 M atau 1176 H.[1] Dia dijuluki “Shah Waliullah” yang berarti sahabat Allah karena kesalehan yang ia miliki. Dia memulai studinya di usia lima tahun dan menyelesaikan bacaan dan hafalan dari Al-Quran pada usia tujuh. Dia adalah pengikut Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan penganut mazhab fikih Hanafi.
Bapanya, Shah Abdul Rahim, adalah seorang sufi dan teolog reputasi besar. Dia adalah ahli pengasas dan guru daripada Madrasah-i-Rahimiyah di Delhi. Shah Abdul Rahim dikaitkan dengan penyelesaian yang terkenal teks hukum Islam, Fatawa-i-Alamgiri. Dari sisi genealogisnya (nasab), al-Dihlawi hidup dalam keluarga yang mempunyai silsilah keturunan dengan atribut sosial yang tinggi di masyarakatnya. Kakeknya (Syaikh Wajih al-Din) merupakan perwira tinggi dalam tentara kaisar Jahangir dan pembantu Awrangzeb (1658-1707 M) dalam perang perebutan tahta.[2]
Masa tinggalnya di Hijaz banyak mempengaruhi pembentukan pemikiran al-Dihlawi dan kehidupan selanjutnya. Di tempat itu, ia belajar hadis, fikih, ajaran sufi pada sejumlah guru yang istimewa di sana, seperti Syekh Abu Thahir al-Kurdi al-Madani, Syekh Wafd Allah al-Makki al-Maliki, dan Syekh Taj al-Din al-Qala’i al-Hanafi.[3]
Shah Waliallah menerima gelar akademik dan pendidikan rohani daripada ayahnya. Dia hafal Al-Quran dan memperoleh pengetahuan tentang Tafsir, Hadis, spiritualisme, mistisisme, metafizik, logik, dan Ilm-ul-Kalam ketika masih di zaman kanak-kanaknya. Setelah menguasai mata pelajaran ini, dia mengalihkan perhatian pada Shahih Bukhari dan Fiqih Islam. Beliau juga belajar ilmu perubatan dan Thibb. Setelah memperoleh pengetahuan ini, ia mengajar di Madrasah ayahnya selama 12 tahun. Dia berangkat ke Saudi pada tahun 1730 untuk pendidikan tinggi. Selama tinggal di Saudi, ia dipengaruhi oleh Syeikh Abu Tahir bin Ibrahim, seorang sarjana terkenal pada waktu itu. Beliau belajar di Madinah selama 14 tahun, di mana ia memperoleh gelar Sanad dalam Hadis. Hal ini diyakini bahwa sementara Shah Waliallah berada di Saudi, ia diberkati dengan visi Nabi (SAW)Dia juga merupakan keturunan Ulama besar India Mujaddid Alfi Sani Syeikh Ahmad Sirhindi dan diberitakan bahwa ia akan berpengaruh dalam menetapkan pembaharuan Muslim di India.
Pada saat ia kembali ke Delhi pada bulan Julai 1732, penurunan kekayaan Mughal telah bermula. Sosial, politik, ekonomi dan kondisi keagamaan umat Islam sangat miskin. Shah Waliallah percaya bahwaberbagai permasalahan yang dihadapi umat Islam adalah kerana ketidaktahuan mereka tentang Islam dan Al-Quran. Oleh karena itu, dilatih secara pribadi sejumlah pelajar yang diamanahkan dengan tugas penyebaran Islam. Dalam rangka untuk menyebarkan ajaran Islam dan membuat Al-Quran lebih mudah diakses oleh orang-orang, ia menterjemah Quran ke Parsi, yang utama dan Bahasa umum daripada orang-orang pada waktu itu. Dia juga berusaha mengurangkan berbagai perbedaan dari banyak kumpulan sektarian yang berlaku saat itu.
Shah Waliallah juga membuat upaya untuk mengangkat politik umat Islam di India. Dia menulis surat kepada Ahmad Shah Abdali untuk membantu warga Muslim di India dalam menghancurkan Marhattas, yang terus-menerus ancaman bagi Empayar Mughal runtuh. Pada 1761, Ahmad Shah Abdali, sebagai tanggapan terhadap Shah Waliallah telefon, diakibatkan kekalahan di Marhattas di Panipat. Shah Waliallah bertanggungjawab atas kebangkitan di masyarakat keinginan untuk kembali semangat moral dan mempertahankan kemurniannya. Dia dikebumikan di 1762. Putra dan pengikut-cakap meneruskan kerja dan misi mulia.

B.     Karya - Karya
Shah Waliallah adalah seorang penulis yang produktif dan menulis secara menyeluruh di Fiqh dan Hadis. Dia akhirnya menulis 51 buku; 23 di Arab dan 28 dalam Bahasa Parsi. Di antara yang terkenal adalah karya Hujjat-Ullah-il-Balighah dan Izalat-ul-Khifa.
Karya Syah Waliullah Al Hujjatullah Al Balighah fi Asrar Asy Syar’iyah (The conclusive argument from God) berisi tentang rahasia syari’at dan filsafat hukum Islam. Dalam kitab ini dibahas secara terinci faktor-faktor yang membantu pertumbuhan keadaan masyarakat. Kitab yang lainnya yaitu :
1. Al Fath al Munir fi Gharib Al Qur’an tentang tafsir Al Qur’an,
2.  Az Zahrawain tafsir QS Al Baqarah dan Ali Imran,
3. Al Mushaffa   syarah dari   kitab Al Muwaththa karya Imam Malik,  
4. Al Maswa merupakan syarah kitab Al Muwaththa karya Imam Malik,
5. An Nawadhir min Ahadits Sayyid al Awa’il wa al Awakhir tentang hadits,
6. Tarajum al Bukhary tentang hadits 
7. Syarh Tarajum Ba’d Abwab al Bukhary tentang hadits,
8. Al Arbain Hadtsan tentang hadits,
9. Ta’wil al Ahadits tafsir tentang kisah para nabi,
10.Al Budur al Baziqah dalam ilmu kalam,
11.Aqd al Jayyid fi Ahkam al Ijtihad wa at Taqlid tentang persoalan ijtihad dan taqlid,
Al Insyaf fi bayan Asbab al Ikhtilaf bain al Fuqaha wa al Mujtahidintentang munculnya
perbedaan pendapat ahli fiqih,
12.Ad Durr as Samin fi Mubasyarah an Nabi al Amin tentang keutamaan Nabi
     Muhammad Saw,
13.Al Maktubat, tentang kehidupan Rasulullah yang merupakan kumpulan risalah yang
ditulis ayahnya Abd Rahim Ad Dihlawi,
14.Al Khair al Kasir tentang akhlaq 
15.Al Irsyad ila Muhimmat ‘Ilm al afsad, dalam bidang filsafat.
16. As Sirr al Maktum fi Asbab Tadwin al ‘Ulum, tentang filsafat.
17. Al Fauz Al Kabir Fi Ushul Tafsir Al Lamahat, tentang fiqih masih dalam bentuk
     manuskrip.
18.Izalat Al Khafa ‘An Khilafat Al Khulafa Al anshaf Fi Bayan Asha Al Ikhtilaf Baina Al
19.Fuqaha Wa al Mujtahiddin Al Maktub al Madani , tentang hakekat tauhid,
20.Husn al Aqidah, tentang aqidah / tauhid,
21. Atyab an Nuqam fi Madh Sayyid al Arab wa al Ajam. Al Muqadimah as saniyah fi
     Intisar al Firqah as Sunniyah, dalam pemikiran fiqih dan kalam.
22.Qaul Al Jamil Fi Bayan Sawa Al sabil Fi Suluk Al Qadariyah, Al Jitsiyah Wa
     Naqsyabandiyah. ‘Iqd al jayid Fi ahkam Al Ijtihad Wa al Taqlid. Al Intibah Fisalasil
     Auliya Allah Tasawwuf ki Haqiqat Au Uska Falsafa Tarikh.  Syifa al Qulub (Terapi
    hati), Al Tafhimat al Ilahiyah (Uraian-uraian Ilahiyah), dalam bidang filsafat dan teologi
   (ilmu kalam), dan
23.Diwan as Syi’r Arabi, tentang sastra.

Pemikiran Syah Waliyullah

  • Pemikiran di Bidang Pemerintahan

        Salah satu sebab yang membawa kepada kemunduran umat Islam, menurut pemikiran Syah Waliyullah adalah perubahan sistem pemerintahan dalam Islam dari sistem kekhalifahan menjadi sistem kerajaan. Kedua sistem ini sangatlah berbeda, di mana sistem kekhalifahan bersifat demokratis sedangkan sistem kerajaan bersifat otokratis.
      Jika melihat dari perjalanan sejarah umat Islam, raja-raja Islam pada mumnya mempunyai kekuasaan absolut. Mereka bebas menentukan besar kecilnya pajak yang harus dibayar rakyatnya. Pajak tinggi yang harus dibayar rakyat ini, menurut Syah Waliyullah, membawa pada semakin lemahnya umat. Selanjutnya hasil dari pajak tinggi itu, kebanyakan tidak digunakan untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk membelanjai hidup mewah kaum bangsawan yang tidak mempunyai kontribusi.
    Pemungutan pajak yang tidak adil ini tentunya menimbulkan kesenjangan di kalangan masyarakat, dan menimbulkan rasa tidak puas di kalangan rakyat, sehingga dapat mengganggu keamanan dan ketertiban rakyat itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, Syah Waliyullah berpendapat bahwa sistem pemerintahan absolut harus diganti dengan sistem pemerintahan demokratis, layaknya sistem kekhalifahan zaman dahulu.
         Ia mendefinisikan khalifah sebagai pemimpin agama yang paling dekat dengan sunnah Nabi, laki-laki sempurna yang berjuang demi keadilan, dan berusaha menggunakan beberapa teknik administratif dan yudisial dalam memimpin masyarakatnya menuju kebajikan religius. Dalam pandangan Syah Waliyullah, kehendak Tuhan terpancar melalui khalifah kepada perasaan dan pikiran rakyatnya. Bahkan dalam ketidakadaan fungsi spiritual ini, seorang khalifah membawakan pertahanan politik muslim dan organisasi hukum muslim.

  • Pemikiran di Bidang Keagamaan

     Perpecahan di bidang keagamaan menurut Syah Waliyullah menjadi salah satu penyebab lemahnya umat Islam. Perpecahan yang disebabkan pertentangan antara aliran satu dengan yang lainnya, pada masa itu perpecahan memang melibatkan berbagai aliran, seperti Syiah dan Sunni, aliran Mu’tazillah, Asy’iriah, serta Maturidiah, aliran sufi dan syari’ah, dan antara pengikut dari masing-masing mazhab hukum yang ada. Oleh sebab itu ia berusaha mensintesakan perbedaan mazhab hukum dan meredam perselisihan hukum di kalangan muslim.
       Konflik paling kuat yang terjadi pada masa Syah Waliyullah adalah konflik Syiah dan Sunni. Syiah dipandang telah keluar dari Islam. Pendapat ini dilawan oleh Syah Waliyullah, meskipun ia sendiri seorang Sunni ia menegaskan bahwa kaum Syiah sama halnya dengan kaum Sunni, masih tetap orang Islam. Ajaran-ajaran yang mereka jalankan tidak membuat mereka keluar dari Islam.
     Sebab lain lemahnya umat Islam adalah sinkretisme ajaran Hindu ke ajaran Islam. Di India umat Islam menurut pandangannya banyak dipengaruhi oleh adat istiadat dan ajaran Hindu. Keyakinan umat Islam harus dibersihkan dari hal-hal yang dapat merusak kemurnian ajaran Islam. Mereka harus dibawa kembali kepada ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya, yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis. Oleh karena itu untuk mengetahui ajaran-ajaran Islam yang murni, orang harus kembali kepada kedua sumber itu, dan bukan kepada buku-buku tafsir, fiqh, ilmu kalam, dan sebagainya.
      Syah Waliyullah tidak setuju dengan taklid, mengikuti  dan patuh pada penafsiran dan pendapat ulama-ulama di masa lampau. Bahkan menurutnya, sikap taklid merupakan salah satu sebab bagi kemunduran umat Islam. Ia melihat bahwa masyarakat terus berkembang dalam artian bersifat dinamis. Penafsiran yang sesuai untuk suatu zaman belum tentu sesuai dengan zaman sesudahnya. Oleh karena itu ia menentang taklid dan mengajurkan ijtihad, mengikuti Ibnu Taimiyah baginya pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis, melalui ijtihad, harus disesuaikan dengan perkembangan zaman.
       Terkait dengan pemikiran ajaran murni dan adat istiadat yang masuk ke dalam Islam, Syah Waliyullah membedakan antara Islam universal dan Islam yang bercorak lokal. Islam universal mengandung ajaran dasar yang konkrit, sementara Islam lokal mempunyai corak yang ditentukan oleh tempat dan zaman, sehingga muncul Islam bercorak Arab, Islam bercorak Persia, dan Islam bercorak India. Syah Waliyullah seperti yang dijelaskan sadar akan kehidupan manusia yang dinamis, dan Islam juga mengandung ajaran tentang hidup bermasyarakat, harus pula bersifat dinamis. Untuk itu manusia harus berpegang pada ajaran-ajaran universal yang membuat Islam bersifat dinamis.

  • Penerjemahan Al-Quar’an ke Bahasa Persia

         Pada zaman Syah Waliyullah penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa asing masih dianggap terlarang. Tetapi ia memandang bahwa muslim di India membaca al-Qur’an tanpa mengerti isinya. Membaca tanpa mengerti artinya tentu manfaatnya tidak besar untuk kehidupan mereka. Beranjak dari permasalahan tersebut, ia melihat perlunya penerjemahan al-Qur’an agar dapat dipahami orang awam.


            Bahasa yang dipilihnya adalah bahasa Persia, yang memang saat itu banyak dipakai di kalangan terpelajar Islam India. Penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Persia diselesaikan Syah Waliyullah pada tahun 1758. Terjemahan itu pada mulanya mendapat berbagai tentangan, akan tetapi pelan-pelan masyarakat dapat menerimanya. Dengan masyarakat yang telah mau menerima terjemahan tersebut, putra dari Syah Waliyullah kemudian menerjemahkan al-Qur’an ke bahasa Urdu, bahasa yang lebih umum dipakai muslim India.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

riwayat hidup syah waliyullah

Riwayat Hidup Syah Waliyullah Syah Waliyullah merupakan salah satu pembaharu Islam yang hidup pada masa kemunduran imperium Mughal....